Minggu, 23 Agustus 2020

kegagalan hanya akan terjadi bila kita menyerah

Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah - B.J Habibie

Baru-baru ini saya menyadari, bahwa kutipan bijak dari orang yang sangat menginspirasi hidup saya ini ternyata cukup merefleksikan perjalanan hidup saya, untuk terus menjaga cita-cita di situasi serba tak menentu.

Sebelum pandemi, ada jalur karir yang sedang spesifik saya persiapkan untuk menggapai cita-cita, menjadi seorang peneliti di bidang energi. Saya pikir menyegerakan diri untuk mendapatkan beasiswa, melanjutkan pendidikan master di luar negeri tahun ini juga, merupakan cara terbaik untuk mewujudkan mimpi itu. Segala hal yang berhubungan dengan persiapan mengikuti seleksi beasiswa telah saya persiapkan selama kurang lebih satu tahun, dimulai sejak lulus kuliah. Salah satu yang terasa sangat sulit (apalagi untuk saya pribadi) adalah proses pencapaian nilai tes kecakapan bahasa Inggris (English Proficiency Test)—beberapa beasiswa mewajibkan TOEFL/IELTS. Tepat pada Bulan Maret 2020, skor TOEFL keluar. Hasil belajar berbulan-bulan terbayar, nilainya memuaskan dan terbilang di atas rata-rata standar yang diminta penyelenggara beasiswa. Saatnya menuju gelanggang pertarungan sesungguhnya: rangkaian seleksi.

Namun apa mau dikata, kondisi makin memburuk, pandemi mempengaruhi berbagai bidang dan lapisan masyarakat, terutama kebijakan negara. Hal ini juga berimbas ke kebijakan yang diambil oleh instansi penyelenggara beasiswa, baik dalam maupun luar negeri. Satu-persatu beasiswa mulai mengumumkan pengunduran jadwal, beberapa bahkan membatalkan pengadaan seleksi untuk tahun ini.

Kondisi tersebut membuat saya bimbang, semua rencana matang yang telah dipersiapkan harus ditunda. Tuhan berkata lain. Tidak ada alternatif lain kecuali mengubah alur strategi, yaitu menunda rencana awal dan menunggu sampai saat yang tepat. Ya, kali ini memang saya harus menunggu hingga nanti setelah semuanya kembali normal, akan datang waktu yang tepat untuk melanjutkan perjalanan.

Sembari menunggu, menyiapkan amunisi berupa dana, pengalaman, dan kecakapan tambahan merupakan pilihan paling logis untuk dilakukan. Oleh karena itu, beberapa kali saya mengajukan diri ke berbagai perusahaan untuk bergabung menjadi praktisi engineering. Jalan ini ternyata tidak semudah yang saya kira, berulang kali mencoba berulang kali pula kegagalan saya tuai. Namun putus asa bukanlah pilihan, saya terus mencoba sembari belajar dari kegagalan-kegagalan sebelumnya. Tuhan maha baik. Satu kesempatan datang dari sebuah perusahaan start-up di bidang energi terbarukan, PT. Ailesh Indo Energi (Ailesh Power). Mereka membuka peluang bergabung menjadi Asisten Teknik dalam program pemagangan professional. Ada tiga rangkaian seleksi yang dilakukan (dokumen, wawancara HRD, dan wawancara user) untuk menyeleksi sekitar 110 peserta. Di tahap terakhir, saya berhasil menjadi 1 dari 8 orang Technical Assistant yang terpilih untuk bergabung.

Awalnya, saya tidak memiliki gambaran detail tentang proyek yang akan dikerjakan. Jelas sempat dihantui rasa kurang percaya diri, apalagi melihat banyak orang-orang bertalenta dan sarat akan pengalaman di bidangnya masing-masing turut bergabung dalam program tersebut. Saya menyadari bahwa tidak tepat terus membiarkan keraguan tersebut menetap di pikiran, justru inilah momentum yang pas untuk terus belajar, meningkatkan kapasitas diri dan memberikan kontribusi terbaik. Kami mengerjakan proyek Analisis Daur Hidup atau Life Cycle Assessment (LCA) pada 13 Unit pembangkit Listrik milik PT. Indonesia Power (artinya analisis ini mencakup kurang lebih 10% dari kebutuhan energi nasional). Sebagai Asisten Teknik, saya dipercaya untuk membantu analisis dan bertanggung jawab pada 2 unit Pembangkit Listrik Tenaga Gas di Wilayah Bali, PLTG Gilimanuk dan PLTG Pemaron.

Sedikit banyak pengalaman dan ilmu semasa kuliah bisa saya aplikasikan dalam proyek ini. Khususnya pembelajaran sub-bidang konversi energi dan turbin gas, bekal yang cukup baik agar tidak tertinggal dalam setiap diskusi dan instruksi yang disampaikan oleh tim ahli dan tim analis. Saya menyadari bahwa dalam bidang lingkungan (yang merupakan fokus utama analisis LCA ini) saya benar-benar masih harus banyak belajar.

Saya mengagumi atmosfer tim yang dibangun oleh Ailesh Power, rasa kekeluargaan yang erat ternyata sangat mendukung setiap anggota tim untuk saling belajar dan berbagi ilmu. Dua bulan sudah dilalui dengan berbagai macam tantangan dan problematikanya, sekarang kami hampir memasuki fase akhir dari proyek ini. Menunggu tidak selalu membosankan, karena ada banyak hal bermanfaat yang dapat dilakukan sembari menyiapkan amunisi terbaik untuk langkah selanjutnya.

Dirgahayu Indonesia-ku! Agustus ini, 75 tahun kemerdekaan, waktu yang tepat (bagi saya pribadi) untuk merefleksikan semangat juang dari para pahlawan pendahulu—semangat tiada henti dalam belajar dan berkontribusi. Menyelesaikan proyek analisis pembangkit listrik yang mencakup kurang lebih 10% kebutuhan listrik nasional, menjadi langkah pijakan yang sangat berharga bagi saya untuk kemudian melanjutkan perjalanan, memberikan inovasi di bidang energi untuk negeri ini seperti halnya sang idola yang telah tenang di alam sana.

Tak akan pernah disebut sebagai sebuah kegagalan, apabila masih ada semangat dan harapan untuk meneruskan perjuangan.